DEFINISI DAN RUMUSAN DESAIN ETIKA DALAM ISLAM
Assalamualaikum Wr. Wb. Selamat pagi, Salam sejahtera untuk kita semua
Apa kabar ? Semoga dalam keadaan baik baik saja dan selalu dalam lindungan-Nya.
Well, di tulisan kali ini, saya akan sedikit memaparkan tentang DEFINISI
DAN RUMUSAN DESAIN ETIKA DALAM ISLAM
DEFINISI
DAN RUMUSAN DESAIN ETIKA DALAM ISLAM
1.
Pengertian Etika dalam Islam
Ada
beberapa pengertian etika dalam islam, yaitu :
- Menurut Rofiah (2014),
Etika bersumber pada kebiasaan atau
adat istiadat yang dianggap baik, tetapi akhlaq bersumber pada Alquran dan
Hadist.
- Menurut Harahap (2011)
menyatakan bahwa etika atau moral dalam Islam merupakan hasil dari keimanan, keislaman, dan ketaqwaan
seorang manusia yang didasarkan pada
keyakinan yang kuat pada kebenaran Allah SWT. Perintah Allah Swt. di dalam
wahyu-Nya memang tidak hanya terkait peribadatan secara ritual saja, tetapi juga terkait dengan perbuatan-perbuatan baik terhadap
sesama manusia dan lingkungan sebagai suatu bentuk implementasi dari kesalehan
sosial dari umat Islam.
- Muslich (2004) mengungkapkan
bahwa etika dalam Islam menyangkut norma
dan tntutan atau ajaran yang mengatur sistem kehidupan iddividu atau lembaga,
kelompok dan masyarakat dalam interaksi
hidup ketiganya dalam konteks bermasyarakat maupun hubungan dengan Allah SWT dan lingkungannya.
Ketika berhadapan dengan ajaran moral, maka terkandung didalamnya penilaian
baik-buruk, benar-salah, diterima atau tidak sebuah prilaku menurut suatu norma, aturan,
ajaran, dan hukum tertentu.
- Fauzan (2013) menyatakan
bahwa etika bisnis Islam memiliki dua aspek yang melekat yakni kejujuran dan
keadilan. Prinsip kejujuran akan melahirkan
berbagai sikap yang terpuji, yaitu: tidak menutupi cacat barang yang di jual,
tidak melakukan penipuan dalam jual beli, tidak melakukan gharar, dan segala
macam transaksi yang dilarang dalam
Islam. Sedangkan Prinsip keadilan mencakup
pada keseimbangan dan tanggung jawab.
Keseimbangan di dunia dan di akhirat serta tanggung jawab kepada sesama manusia
dan tanggung jawab kepada Allah atas segala yang telah diperbuatnya di dunia.
2.
Etika Kerja Sama dan Perkongsian dalam Islam
A.
Bentuk-Bentuk Kerja sama
- Mudharabah
mudarabah adalah akad kerja sama usaha antara
dua pihak di mana pihak pertama
(sahib al-mal) menyediakan seluruh dana 100%, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola
dana tersebut.1 Keuntungan usaha mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan
dalam kontrak, sedangkan apabila terjadi kerugian, maka kerugian tersebut akan ditanggung
oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pengelola atau penyimpangan-penyimpangan
yang dilakukannya. Namun apabila kerugian itu disebabkan kecerobohan atau kecurangan
pihak pengelola, maka ialah yang harus bertanggungjawab. Untuk terciptanya kerjasama
mudharabah diperlukan beberapa rukun:
- Pemodal (sahib al-mal)
dan Pengelola
Dalam mudarabah ada dua pihak yang melakukan
kontrak, penyedia dana (sahib al-mal) dan pengelola.
Keduanya
harus mampu melakukan transaksi dan sah secara hukum.
- Sighat
Sighat adalah penawaran
dan penerimaan (ijab dan
qabul)
yang harus diucapkan kedua belah pihak guna menunjukkan kemauan mereka untuk
menyempurnakan kontrak. Sighat ini boleh juga dilakukan dengan tulisan.
- Modal
Modal adalah sejumlah uang yang diberikan
oleh penyedia dana kepada pengelola untuk tujuan menginvestasikannya dalam aktivitas
mudharabah.
- Musyarakah
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua
pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana (expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan
ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Adapun rukun musyarakah adalah :
- Sighat
Tidak ada bentuk khusus dari kontrak musyarakah.
Ia dapat berbentuk pengucapan yang menunjukkan tujuan atau juga dalam bentuk tulisan.
Tentu saja kontrak tersebut harus dicatat dan disaksikan.
- Pihak yang berkontrak
Disyaratkan bahwa mitra harus kompeten dalam
memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.
- Dana
Modal yang diberikan harus uang tunai, emas
dan perak atau yang bernilai sama.
- Kerja
Partisipasi para mitra dalam pekerjaan musyarakah
adalah merupakan ketentuan dasar. Tidak dibenarkan bila salah seorang di antara
mereka menyatakan tidak ikut serta menangani pekerjaan dalam kerjasama. Kendati
demikian tidak ada keharusan bahwa mereka harus menanggung beban kerja yang sama,
namun harus disesuaikan dengan keahlian masing-masing. Dalam kerjasama musyarakah
ini, syari’at Islam memberi ketentuan bahwa keuntungan dan kerugian dibagi sesuai
dengan besar modal dan beban kerja yang ada.
- Qard
Qard adalah pemberian harta kepada orang
lain yang dapat ditagih atau diminta kembali.
Qard juga diartikan
sebagai suatu transaksi yang dimaksudkan untuk memberikan harta yang memiliki
kesepadanan kepada orang lain untuk dikembalikan yang sepadan dengan itu.6
Qard pada hakikatnya adalah bantuan modal
yang diberikan seseorang atau lembaga kepada pengusaha kecil dalam rangka membantu
usahanya agar dapat berkembang. Dalam bantuan itu tidak disyaratkan bagi hasil,
peminjam hanya dituntut untuk mengembalikan modal dalam rentang waktu yang telah
disepakati. Adapun Rukunnya adalah
- Muqrid (pemilik barang
atau modal)
- Muqtarid (peminjam)
- Sighat (ucapan ijab
dan qabul)
- Qard (barang atau modal
yang dipinjamkan).7
Shiddiq
dan amanah adalah kata kunci dalam hubungan kerjasama. Kejujuran bermakna kesediaan menjalankan kesepakatan yang
telah dibuat sebelumnya baik oleh pemilik modal, pengusaha atau pihak-pihak yang
terlibat. Sedangkan amanah bermakna kesediaan dengan teguh untuk menjalankan bidang
tugas masing-masing yang dibarengi dengan
kesediaan untuk mempertangungjawabkan
seluruh kerja yang telah dilakukan.
Dawam
Rahardjo menyebut bagaimana seorang muslim dalam melakukan transaksi yang tidak
tunai baik dalam keadaan muqim (orang yang menetap) terlebih lagi dalam keadaan
musafir. Ada tiga tawaran, yaitu : Pertama, mencatat hutang yang ditransaksikan.
Kedua, menyerahkan barang gadaian. Ketiga, tidak dicatat dan tidak pula memakai
barang gadaian, melainkan cukup hanya dengan berbekal saling percaya.8 Kedua belah
pihak dalam bermu’amalah harus menunaikan amanah, karena keduanya mengemban janji
(`aqd). Sebagai konsekuensi logis dari kontrak
tersebut, masing-masing pihak memiliki
hak dan kewajiban. Keharusan untuk memenuhi kontrak ini dipertegas oleh Al-Qur’an
surah al- maidah/5:1.
4. Pengertian Etika Perdagangan
dalam Islam
untuk
memenuhi kebutuhan, baik bertujuan mendapatkan hasil atau tidak.9 Dalam berdagang,
tentu yang menjadi prioritas utama adalah mendapatkan keuntungan. Namun terkadang seorang lupa etika
dalam berdagang, sehingga memiliki kecenderungan untuk mendapatkan
keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan pihak konsumen (pembeli). Padahal
tujuan berdagang sesungguhnya bukan semata-mata murni mencari keuntungan, namun
juga membantu saudara yang sedang membutuhkan.
Rukun
dan Syarat tentang Jual Beli,
ada tiga yaitu:
- Ada orang yang berakad
atau al-muta’aqidain (penjual dan pembeli).
- Ada shighat (lafaz
ijab dan qabul).
- Ada nilai tukar pengganti
barang.
Adapun
syarat-syarat dalam jual beli adalah sebagai berikut:
Syarat-Syarat
sah
- yang merupakan konsekuensi jual beli, seperti
syarat untuk melakukan pertukaran dan membayar harga.
- Syarat yang merupakan
bagian dari maslahat akad, seperti syarat untuk menangguhkan pembayaran atau
menangguhkan sebagian darinya, atau syarat untuk memenuhi ciri-ciri tertentu
pada barang yang dijual.
- Syarat yang didalamnya
terdapat manfaat tertentu bagi penjual atau pembeli.
Syarat-syarat
tidak sah
- Syarat yang membatalkan
akad dari pokoknya.
- Syarat yang bersamanya
jual beli sah, tetapi syarat itu sendiri batal, yaitu syarat yang bertentangan
dengan konsekuensi jual beli.
- Syarat yang bersamanya
jual beli batal
Ada
beberapa etika jual beli, yaitu :
- Tidak boleh berlebihan
dalam mengambil keuntungan
- Berinteraksi yang jujur
- Bersikap toleran dalam
berinteraksi
- Menghindari sumpah
meskipun pedagang itu benar
- Memperbanyak sedekah
- Mencatat utang dan
mempersaksikannya
- Etika dan akhlak dalam
berdagang, yaitu :
- Tidak melakukan sumpah
palsu. Nabi Muhammad SAW sangat melarang para pelaku bisnis melakukan sumpah
palsu dalam melakukan transaksi bisnis. Dalam sebuah hadist riwayat Bukhari,
Nabi bersabda, “Dengan melakukan sumpah palsu, barang-barang memang terjual,
tetapi hasilnya tidak berkah”. Dalam hadis riwayat Abu Zar, “Rasulullah saw mengancam dengan azab yang pedih bagi orang yang bersumpah palsu dalam bisnis, dan Allah
tidak akan memperdulikannya nanti di hari kiamat” (H.R. Muslim).
- Ramah-tamah. Seorang
pelaku bisnis, harus bersikap ramah dalam melakukan bisnis. Nabi Muhammad SAW
mengatakan, “Allah merahmati seseorang
yang ramah dan toleran dalam berbisnis”
(H.R. Bukhari dan Tarmizi).
- Tidak boleh berpura-pura
menawar dengan harga tinggi, agar orang lain tertarik membeli dengan harga
tersebut.
- Tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain,
agar orang membeli kepadanya. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Janganlah seseorang
di antara kalian menjual dengan maksud untuk menjelekkan apa yang dijual oleh
orang lain” (H.R. Muttafaq ‘alaih).
- Tidak melakukan ihtikar.
Ihtikar ialah (menumpuk dan menyimpan barang dalam masa tertentu, dengan tujuan
agar harganya suatu saat menjadi naik dan keuntungan besar pun diperoleh)
- Takaran, ukuran dan timbangan yang benar.
Dalam perdagangan, timbangan yang benar dan tepat harus benar-benar diutamakan.
Firman Allah: Celakalah bagi orang yang curang, yaitu orang yang apabila menerima
takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar
atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi” ( QS. 83: 112).
- Bisnis tidak boleh
menggangu kegiatan ibadah kepada Allah. Firman Allah, “Orang yang tidak dilalaikan
oleh bisnis lantaran mengingat Allah, dan dari mendirikan shalat dan membayar
zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang hari itu, hati dan penglihatan menjadi
goncang”.
- Membayar upah sebelum
kering keringat karyawan. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Berikanlah upah kepada
karyawan, sebelum kering keringatnya”. Hadist ini mengindikasikan bahwa pembayaran
upah tidak boleh ditunda-tunda. Pembayaran upah harus sesuai dengan kerja yang
dilakukan.
- Tidak monopoli. Salah
satu keburukan sistem ekonomi kapitalis ialah melegitimasi monopoli dan oligopoli.
Contoh yang sederhana adalah eksploitasi (penguasaan) individu tertentu atas
hak milik sosial, seperti air, udara dan tanah dan kandungan isinya seperti
barang tambang dan mineral. Individu tersebut mengeruk keuntungan secara pribadi,
tanpa memberi kesempatan kepada orang lain. Ini dilarang dalam Islam.
- Tidak boleh melakukan
bisnis dalam kondisi eksisnya bahaya (mudharat) yang dapat merugikan dan merusak
kehidupan individu dan sosial. Misalnya, larangan melakukan bisnis senjata
di saat terjadi chaos (kekacauan) politik. Tidak boleh menjual barang halal,
seperti anggur kepada produsen minuman keras, karena ia diduga keras, mengolahnya
menjadi miras. Semua bentuk bisnis tersebut
dilarang Islam karena dapat merusak
esensi hubungan sosial yang justru harus dijaga
dan diperhatikan secara cermat.
- Komoditi bisnis yang
dijual adalah barang yang suci dan halal, bukan barang yang haram, seperti
babi, anjing, minuman keras, ekstasi, dsb. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Sesungguhnya
Allah mengharamkan bisnis miras, bangkai, babi dan “patung-patung” (H.R. Jabir).
- Bisnis dilakukan dengan
suka rela, tanpa paksaan
- Segera melunasi kredit yang menjadi kewajibannya. Rasulullah memuji seorang muslim yang memiliki perhatian serius
dalam pelunasan hutangnya. Sabda Nabi Saw, “Sebaik-baik kamu, adalah orang
yang paling segera membayar hutangnya” (H.R. Hakim).
- Memberi tenggang
waktu apabila pengutang (kreditor) belum
mampu membayar. Sabda Nabi Saw,
“Barang siapa yang menangguhkan orang yang kesulitan membayar hutang atau membebaskannya,
Allah akan memberinya naungan di bawah naunganNya pada hari yang tak ada
naungan kecuali naungan-Nya” (H.R. Muslim)12
Ø To
be honest. Al-Qur’an menegaskan dalam surat Al-mu’min ayat 28: "Sesungguhnya
Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta." Nabi
Muhammad SAW juga mengatakan: "Hendaklah kalian selalu berlaku jujur, karena
kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan seseorang ke Surga.”
Dan apabila seseorang selalu berlaku jujur dan tetap memilih jujur, maka akan dicatat
di sisi Allah sebagai orang yang jujur.
Ø To
be benevolent. Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Barangsiapa berusaha untuk membantu janda dan orang miskin seperti orang yang
berperang di jalan Allah." (Sahih al-Bukhari, Kitab al-Adab). Hadist ini mengingatkan
setiap pengusaha bahwa sangat penting bagi pengusaha untuk terlibat dalam kegiatan
amal sehingga dapat meringankan nasib orang miskin.
Ø To
be considerate. Nabi Muhammad SAW bersabda: "Barang siapa yang membuatnya mudah bagi
orang yang berhutang,
maka Allah akan membuatnya mudah baginya di dunia dan
akhirat" (Sahih Muslim, Kitab al-Birr).13
Ada
enam langkah konkrit awal dalam memulai etika bisnis Islam, yaitu:
- Niat ikhlas mengharap
ridho Allah
- Professional
- Jujur dan amanah
- Mengedepankan etika
sebagai seorang muslim
- Tidak melanggar prinsip
syriah
- Ukhuwah Islamiyah
Sekian pembahasan tentang "Definisi dan Rumusan Desain Etik Dalam Islam". Sampai jumpa di tulisan- tulisan berikutnya!
Comments
Post a Comment